Berbicara tentang makanan, penduduk Indonesia akan sulit jika harus dipisahkan dari nasi. Produk olahan beras ini menjadi makanan pokok penduduk Indonesia sudah sejak lama. Kemudahan dalam pengolahan, harga yang terjangkau, dan kemudahan dalam memperolehnya menjadi beras menjadi makanan pokok orang Indonesia.
Walaupun pemerintah sudah mengupayakan berbagai program diversifikasi pangan seperti jagung dan umbi – umbian untuk menurunkan tingkat konsumsi beras, tetapi beras tetap menjadi pilihan utama untuk kebanyakan penduduk Indonesia. Padahal hanya dengan mengkonsumsi beras, kebutuhan gizi belum tercukupi. Ditambah dengan adanya pemikiran “belum makan, kalau belum makan nasi”, membuat diversifikasi pangan menjadi semakin sulit.
Namun, seiring dengan perkembangan teknologi, telah hadir beras non-padi, atau disebut juga beras analog. Secara tampilan, beras ini sama dengan dengan beras padi pada umumnya, namun yang menjadi pembeda adalah bahan dan kandungan gizinya. Beras ini terbuat dari jagung, umbi – umbian dan pangan lokal lainnya, selain itu kandungan glukosa yang lebih rendah dibandingkan beras padi, sehingga lebih sehat untuk dikonsumsi.
Lalu bagaimana cara mengolah beras analog ini?
Tenang, tidak perlu khawatir. Cara mengolah beras analog sama seperti mengolah beras padi dan bisa dilakukan di rice cooker.
Pertama, ambil beras dengan cangkir takaran sesuai kebutuhan.
Kedua, cuci beras di wadah lain. Pencucian cukup sekali saja.
Ketiga, masukan beras yang sudah dicuci kedalam rice cooker.
Lalu, air secukupnnya dan tunggu matang.
Lalu mengapa masih sedikit masyarakat yang mengonsumsinya? Bila dirunut, biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi beras analog masih cukup tinggi, sehingga harga jualnya juga tinggi. Walaupun bahan – bahan yang digunakan adalah jagung maupun umbi – umbian, proses yang dilewati terbilang banyak, yang mengakibatkan harga jual beras analog lebih tinggi dibandingkan beras padi. Jadi untuk saat ini tidak semua kalangan masyarakat mampu membeli beras ini. Sebagai contoh, misal harga beras padi 1 liter Rp 10.000,00 – Rp 13.000,00, maka harga beras analog dapat mencapai diatas Rp 30.00,00.
“Pemerintah kita sebenarnya sudah mencanangkan program gizi seimbang, mengonsumsi pangan beragam tidak pada satu jenis bahan pangan,” ucap dosen Teknologi Hasil Pertanian di Universitas Slamet Riyadi, Yannie Asrie Widanti. Yannie menjadi narasumber dalam “Dialog Sejarah Historia: Keberagaman Pangan di Nusantara Menggali Akar Silam Citarasa Indonesia” yang tayang di YouTube Historia, Jumat (26/3/2021).
“Tetapi, kembali lagi harga jual (beras analog) masih mahal karena biaya produksi masih mahal,” kata Yannie.
“Jadi masyarakat hitung-hitung untuk beli harian, yang beli benar-benar yang sudah sadar,” lanjutnya.